Filsafat Pancasila - Mata Kuliah Pkn

 

BAB II

PEMBAHASAN

 

2.1 Pengertian Filsafat

Darmodiharjo (1993:10) Filsafat berasal dari bahasa Yunani “philein “ yang berarti cinta dan “sophia“ yang berarti kebijaksanaan. Jadi filsafat menurut asal katanya berarti cinta akan kebijaksanaan, atau mencintai kebenaran/pengetahuan. Cinta dalam hal ini mempunyai arti yang seluas-luasnya, yang dapat dikemukakan sebagai keinginan yang menggebu dan sungguh-sungguh terhadap sesuatu, sedangkan kebijaksanaan dapat diartikan sebagai kebenaran yang sejati. Jadi filsafat secara sederhana dapat diartikan sebagai keinginan yang sungguh-sungguh untuk mencari kebenaran yang sejati.

Filsafat dapat diartikan sebagai aktivitas berpikir secara murni atau sebagai kegiatan akal manusia dalam usahanya untuk mengetahui segala sesuatu yang dilihat dan dihadapinya. Filsafat dapat berwujud sebagai bentuk ajaran atau ideologi tentang segala sesuatu sebagai suatu ideologi (Effendy, dalam Paradigma Baru Pendidikan Pancasila Untuk Mahasiswa, 2011:54)      

 

2.2 Filsafat Pancasila

   Darmodiharjo (1993:14-15) Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, diakui bahwa nilai Pancasila adalah suatu pandangan hidup (filsafat hidup) yang berkembang dalam sosio-budaya Indonesia. Nilai Pancasila dianggap nilai dasar dan puncak (sari-sari) budaya bangsa. Karenanya nilai ini diyakini sebagai jiwa dan kepribadian bangsa. Sedemikian mendasarnya nilai ini dalam menjiwai dan memberikan watak (kepribadian, identitas) sehingga pengakuan atas kedudukan Pancasila sebagai filsafat adalah wajar.

Sebagai ajaran filsafat, Pancasila mencerminkan nilai dan pandangan mendasar dan hakiki rakyat Indonesia dalam hubungannya dengan sumber kesemestaan, yakni Tuhan Yang Maha Pencipta. Asas Ketuhanan Yang Maha Esa sebagai asas fundamental kenegaraan yang mencerminkan identitas atau kepribadian bangsa Indonesia yang religius dan teismereligius.

Demikian pula asas Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia, dsb. Nilai-nilai ini secara bulat-utuh mencerminkan asas kekeluargaan, cinta sesama dan cinta keadilan.

Berdasarkan asas-asas mendasar ini, maka disarikan pokok-pokok ajaran filsafat Pancasila menurut Laboratorium Pancasila IKIP Malang sebagai berikut:

1.    Tuhan Yang Maha Esa

2.    Budinurani manusia

3.    Kebenaran

4.    Kebenaran dan Keadilan

5.    Kebenaran dan Keadilan bagi bangsa Indonesia

Dalam sistematika pokok inilah asas-asas fundamental nilai ajaran filsafat Pancasila melandasi dan memberikan pedoman bagaimana antar hubungan manusia dan kesemestaan. Yaitu bagaimana kedudukan, hak dan kewajiban manusia terhadap kesemestaan. Kesemestaan itu seperti Tuhan, alam, negara, budaya, sesama, dsb.

 

2.3 Karakteriksik Filsafat Pancasila

Heri Herdiawanto dan Jumanta Hamdayama (2010:37) Sebagai filsafat, Pancasila memiliki karakteristik sistem filsafat tersendiri yang berbeda dengan filsafat lainnya, yaitu :

(1) Karakteristik filsafat pancasila yang pertama yaitu sila-sila dalam pancasila merupakan satu kesatuan sistem yang bulat dan utuh (sebagai suatu totalitas). Dalam hal ini, apabila tidak bulat dan utuh atau satu sila dengan sila lainnya terpisah-pisah, maka itu bukan merupakan pancasila.

(2) Karakteristik filsafat pancasila yang kedua ialah dalam susunan pancasila dengan suatu sistem yang bulat dan utuh sebagai berikut.

– Sila 1 mendasari, meliputi dan menjiwai sila 2, 3, 4 dan 5.

– Sila 2 didasari, diliputi, dijiwai sila 1 dan mendasari serta menjiwai sila 3, 4 dan 5.

– Sila 3 didasari, diliputi, dijiwai sila 1, 2, dan mendasari serta menjiwai sila 4 dan 5.

– Sila 4 didasari, diliputi, dijiwai sila 1, 2, 3, serta mendasari dan menjiwai sila 5.

– Sila 5 didasari, diliputi, dijiwai sila 1, 2, 3 dan 4.

(3) Karakteristik filsafat pancasila yang berikutnya, pancasila sebagai suatu substansi artinya unsur asli atau permanen atau primer pancasila sebagai suatu yang mandiri, dimana unsur-unsurnya berasal dari dirinya sendiri.

(4) Karakteriktik filsafat pancasila yang terakhir yaitu pancasila sebagai suatu realita artinya ada dalam diri manusia Indonesia dan masyarakatnya sebagai suatu kenyataan hidup bangsa, yang tumbuh, hidup dan berkembang di dalam kehidupan sehari-hari.

 

2.4 Unsur-Unsur Pancasila Sebagai Sistem Filsafat

   Rasional (alasan) bahwa Pancasila adalah sistem filsafat yaitu:

1.      Secara material-substansialdan intrinsik nilai Pancasila adalah filosofis; Misal hakekat Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, apalagi Ketuhanan Yang Maha Esa adalah metafisis atau filosofis.

2.      Secara praktis-fungsional, dalam tata budaya masyarakat Indonesia pra-kemerdekaan nilai Pancasila diakui sebagai filsafat hidup atau pandangan hidup yang dipraktekkan.

3.      Secara formal-konstitusional, bangsa Indonesia mengakui Pancasila adalah dasar negara (filsafat negara) RI.

4.      Secara psikologis dan kultural, bangsa dan budaya Indonesia sederajat dengan bangsa dan budaya manapun. Karenanya, wajar bangsa Indonesia sebagaimana bangsa-bangsa lain (Cina, India, Arab, Eropa) mewarisi sistem filsafat dalam budayanya. Jadi, Pancasila adalah filsafat yang diwarisi dalam budaya Indonesia.

5.      Secara potensial, filsafat Pancasila akan berkembang bersama dinamika budaya; Filsafat Pancasila akan berkembang secara konsepsional, kaya konsepsional dan keputusan secara kuantitas dan kualitas. Filsafat Pancasila merupakan bagian dari khasanah dan filsafat yang ada dalam kepustakaan dan peradaban modern.

 

Kedudukan dan fungsi nilai dasar Pancasila, dapat dilukiskan sebagai berikut:

Rounded Rectangle: Nilai Dasar Filsafat Pancasila
 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 


((lab.pancasila.um.ac.id/dokumen/Sistem.Filsafat.PS.doc) dalam Paradigma Baru Pendidikan Pancasila Untuk Mahasiswa, 2011:60-61)

 

2.5 Prinsip-Prinsip Filsafat Pancasila

Heri Herdiawanto dan Jumanta Hamdayama (2010:48) Ditinjau dari kausa Aristoteles, Prinsip-prinsip pancasila dapat dijelaskan sebagai berikut.

(1) Kausa Material yaitu sebab yang berhubungan dengan materi atau bahan. Dalam hal ini Pancasila digali dari nilai-nilai sosial budaya yang ada dalam bangsa Indonesia sendiri.

(2) Kausa Formalis ialah sebab yang berhubungan dengan bentuknya. Pancasila di dalam pembukaan UUD 1945 memenuhi syarat formal (kebenaran formal).

(3) Kausa Efisiensi yaitu kegiatan BPUPKI dan PPKI dalam menyusun dan merumuskan pancasila sebagai dasar negara Indonesia merdeka.

(4) Kausa Finalis Ialah berhubungan dengan tujuannya, dimana tujuan yang diusulkannya pancasila menjadi dasar negara Indonesia merdeka.

 

Inti atau esensi sila-sila Pancasila meliputi :

(1) Tuhan yang berarti bahwa sebagai kausa prima.

(2) Manusia berarti bahwa makhluk individu dan makhluk sosial.

(3) Satu berarti bahwa kesatuan memiliki kepribadian sendiri.

(4) Rakyat yang berarti bahwa unsur mutlak negara, harus bekerja sama dan gotong royong.

(5) Adil yang berarti bahwa memberikan keadilan kepada diri sendiri dan orang lain yang menjadi haknya.

 

2.5 Filsafat Pancasila Dalam Konteks PKN

Heri Herdiawanto dan Jumanta Hamdayama (2010:69) Pancasila sebagai dasar filsafat negara serta sebagai filsafat hidup bangsa Indonesia pada hakekatnya merupakan suatu nilai-nilai yang bersifat sistematis, fundamental dan menyeluruh. Untuk itu sila-sila Pancasila merupakan suatu nilai-nilai yang bersifat bulat dan utuh, hierarkhis dan sistematis. Dalam pengertian inilah maka sila-sila Pancasila merupakan suatu sistem filsafat. Konsekuensinya kelima sila bukan terpisah-pisah dan memiliki makna sendiri-sendiri, melainkan memiliki esensi serta makna yang utuh.

Pancasila sebagai filsafat bangsa dan negara Republik Indonesia mengandung makna bahwa setiap aspek kehidupan kebangsaan, kemasyarakatan dan kenegaraan harus berdasarkan nilai-nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan keadilan.  

Pemikiran filsafat kenegaraan bertolak dari pandangan bahwa negara adalah merupakan suatu persekutuan hidup manusia atau organisasi kemasyarakatan, yang merupakan masyarakat hukum (legal society).

Adapun negara yang didirikan oleh manusia itu berdasarkan pada kodrat bahwa manusia sebagai warga negara sebagai persekutuan hidup adalah berkedudukan kodrat manusia sebagai mahluk Tuhan Yang Maha Esa (hakikat sila pertama). Negara yang merupakan persekutuan hidup manusia sebagai mahluk Tuhan Yang Maha Esa, pada hakikatnya bertujuan untuik mewujudkan harkat dan martabat manusia sebagai mahluk yang berbudaya atau mahluk yang beradab (hakikat sila kedua). Untuk mewujudkan suatu negara sebagai suatu organisasi hidup manusia harus membentuk suatu ikatan sebagai suatu bangsa (hakikat sila ketiga). Terwujudnya persatuan dan kesatuan akan melahirkan rakyat sebagai suatu bangsa yang hidup dalam  suatu wilayah negara tertentu. Konsekuensinya dalam hidup kenegaraan itu haruslah mendasarkan pada nilai bahwa rakyat merupakan asal mula kekuasaan negara. Maka negara harus bersifat demokratis, hak serta kekuasaan rakyat harus dijamin, baik sebagai individu maupun secara bersama (hakikat sila keempat). Untuk mewujudkan tujuan negara sebagai tujuan bersama, maka dalam hidup kenegaraan harus mewujjudkan jaminan perlindungan bagi seluruh warga, sehingga untuk mewujudkan tujuan seluruh warganya harus dijamin berdasarkan suatu prinsip keadilan yang timbul dalam kehidupan bersama/kehidupan (hakikat sila kelima) 

 

 


 

DAFTAR RUJUKAN

 

Heri Herdiawanto dan Jumanta Hamdayama. 2010. Cerdas, Kritis, Dan Aktif Berwarganegara (Pendidikan Kewarganegaraan untuk Perguruan Tinggi). Jakarta: Penerbit Erlangga

 

Darmodiharjo, Darji. 1993. Pendidikan Pancasila Di Perguruan Tinggi. Malang: Laboratorium Pancasila IKIP Malang

 

Taniredja Tukiran. 2011. Paradigma Baru Pendidikan Pancasila Untuk Mahasiswa. Bandung: Alfabeta

Komentar